oleh

Presiden Sampaikan Kejutan Dalam Pidatonya

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato kenegaraan dalam sidang tahunan MPR, DPR, dan juga DPD. Ada beberapa kejutan yang muncul ketika Jokowi menyampaikan pidato dalam sidang tahunan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Indonesia.

Kejutan pertama adalah saat Jokowi berganti busana dalam sidang tahunan di depan DPD dan DPR, Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jumat (16/8/2019). Saat itu, Jokowi mengenakan baju adat khas Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Sementara itu, dalam pidatonya, Jokowi mengawali pidatonya dengan menyapa kompetitornya dalam Pilpres 2019. Jokowi menyapa Sandiaga Uno yang hadir dalam acara tersebut.

“Sahabat baik saya, Bapak Sandiaga Uno,” kata Jokowi disambut tepuk tangan peserta sidang tahunan MPR.

Saat berpidato di forum sidang bersama dengan DPD-DPR, Jokowi menyinggung kebiasaan eksekutif dalam melakukan studi banding ke luar negeri. Jokowi secara tak terduga mengeluarkan telepon selulernya, sembari mengatakan segala informasi bisa didapat dari alat tersebut.

“Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone kita. Mau ke Amerika? Di sini komplet, ada semuanya. Mau ke Rusia? Di sini komplet, ada semuanya. Mau ke Jerman? Di sini ada semuanya,” jelas Jokowi.

Jokowi menegaskan ucapannya tidak hanya ditujukan bagi eksekutif. Tapi juga bagi anggota legislatif.

“Dan saya kira ini juga relevan untuk Bapak-Ibu anggota Dewan,” tutur Jokowi, yang disambut tepuk tangan hadirin.

Jokowi juga mengingatkan lembaga pemerintah tidak antikritik. Tujuannya adalah untuk mencapai kebaikan bersama.

Kemudian, Jokowi meminta ukuran kinerja penegak hukum dan HAM harus diubah. Termasuk hal pemberantasan korupsi.

“Ukuran kinerja para penegak hukum dan HAM juga harus diubah, termasuk kinerja pemberantasan korupsi,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan penegakan hukum yang keras didukung penegakan HAM yang tegas diapresiasi. Menurutnya dalam setiap penegakan hukum bisa dinilai berhasil berapa potensi kerugian negara yang diselamatkan.

“Tetapi keberhasilan para penegak hukum bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang dipenjarakan. Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan,” tutur Jokowi.

Jokowi juga menyinggung mengenai pentingnya perlindungan data pribadi. Dia aturan terkait hal itu segera dibuat.

Jokowi juga tak lupa meminta izin kepada anggota legislatif mengenai rencana pemindahan ibu kota. Dia menilai pemindahan ibu kota bisa meratakan ekonomi,

“Dengan memohon rida Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan,” kata Jokowi.

Jokowi menambahkan, ibu kota negara bisa menjadi representasi kemajuan bangsa. Pemindahan ibu kota juga sebagai bentuk upaya pemerataan ekonomi.

“Ibu kota yang bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa. Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi,” ujar Jokowi.

Saat menutup pidato, Jokowi mengungkapkan peribahasa Melayu yang berbunyi ‘biduk berlalu kiambang bertaut’. Dalam KBBI, peribahasa tersebut bermakna orang yang berkelahi atau bertengkar yang akhirnya berbaik dan berkumpul kembali (tentang orang ramai berkumpul).

Jokowi ingin mengatakan perbedaan bukanlah penghalang. Dia mengibaratkannya seperti kiambang yang kembali bertaut, usai biduk pembelah berlalu.

“Saya yakin, seyakin-yakinnya, persatuan Indonesia akan selalu sentosa. Seperti kiambang-kiambang yang bertaut kembali, setelah biduk pembelah berlalu,” kata Jokowi.

Sumber : Detik.com

Komentar

News Feed